Romo Magnis Suseno Bicara Budaya Laksanakan di Tubuh Polri pada Sidang Bharada E

Senin, 26 Desember 2022 - 13:24 WIB
loading...
Romo Magnis Suseno Bicara...
Ahli Filsafat Moral Franz Magnis Suseno membahas budaya laksanakan di tubuh Polri saat bersaksi dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Bharada E, Senin (26/12/2022). Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Ahli Filsafat Moral Franz Magnis Suseno membahas budaya "laksanakan" di tubuh Polri saat bersaksi dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Bharada E , Senin (26/12/2022).

"Ada pertanyaan lain yaitu mengenai kebersalahan orang yang melakukan sesuatu yang secara etis tak dapat dibenarkan. Katakan saja misalnya ada orang yang atas perintah orang lain menembak mati seseorang secara etis orang itu sendiri harus dinilai kualitas moralnya itu bagaimana, jawaban di dalam etika itu sebetulnya itu tergantung dari kesadaran orang itu pada saat itu," ujar pria yang akrab disapa Romo Magnis ini di PN Jaksel, Senin (26/12/2022).

Dia mengatakan guna menilai kualitas dalam contoh seseorang diberikan perintah menembak mati, salah satunya bergantung suara hatinya pada saat itu. Bisa saja saat diberikan perintah, dia bingung karena berhadapan dengan dua norma, pertama menembak mati orang yang sudah tidak berdaya, tidak bisa dibenarkan.

Kedua, kata dia, dia diberi perintah oleh orang yang berhak memberi perintah yang wajib ditaati supaya melakukannya, dari situ timbul pertanyaan dia harus mengikuti yang mana. Dari etika normatif, dia harus menolak melakukan perintah seperti itu tetapi dalam etika yang memeriksa kebersalahan seseorang dan itu penting akan ditanyakan apakah dia mempunyai cukup kejelasan.

"Misalnya dia bingung, ada misalnya beberapa unsur yang amat sangat bisa membuat orang bingung. Yang memberi perintah itu bukan sekadar atasan, misalnya perintah diberikan dalam rangka militer, dalam operasi militer atau dalam rangka kepolisian atau Brimob, kalau mau di dalam situasi itu, melaksanakan perintah adalah budaya yang ditanamkan di dalam orang-orangnya. Kita di Indonesia tahu sering pakai istilah laksanakan atau istilahnya siap," jelasnya.

Dia menerangkan Korps Bhayangkara adalah satu satunya lembaga dalam masyarakat yang berhak melakukan kekerasan seperlunya, kadang-kadang sampai menembak. Polisi dalam melaksanakan undang-undang boleh memegang orang, mendorong orang, menangkap orang, menahan orang, dan dalam situasi yang membenarkan boleh menembak.

"Lalu faktor yang amat menentukan kebersalahan apakah orang betul bersalah atau tidak, yang juga keliatan apakah dia menyesal atau tidak, kalau tidak menyesali, tidak bisa dikatakan ada kebingungan," paparnya.

Dia menambahkan kala dia melakukan sesuatu yang tak benar tetapi dia melakukannya karena secara psikologis tak bisa melawan, entah karena dia orang kecil, jauh di bawah si pemberi perintah meski dia ragu, secara etika mengurangi kebersalahannya. Dalam budaya "perintah dan "laksanakan" berhadapan dengan atasan sangat tinggi sehingga dia takut tak melaksanakan perintah.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1889 seconds (0.1#10.140)